8/30/2020

Review Novel: Laut Bercerita

 Judul                     : Laut Bercerita

Penulis                 : Leila S. Chudori

Penerbit              : PT. Gramedia

Tahun Terbit      : Cetakan Pertama, Oktober 2017. Cetakan Kedua, Desember 2017. Cetakan Ketiga, Januari 2018. Cetakan Keempat, Juni 2018. Cetakan Kelima, November 2018. Cetakan Keenam, April 2019. Cetakan Ketujuh, Juli 2019. Cetakan Kedelapan, November 2019. Cetakan Kesembilan, Februari 2020.

 

 

Novel ini bercerita mengenai jalan hidup seorang pemuda bernama Biru Laut, yang masa remaja menuju dewasanya berada di bangku perkuliahan. Cerita ini mengambil latar waktu tahun 1998 di Indonesia yang rasanya kita kenal dengan masa represivitas. Dimulai dengan adegan penyergapan Laut di rumah susun—tempat tinggalnya bersama kedua teman seperjuangannya menjadikan novel ini menarik untuk dibaca lebih lanjut. Pada bagian awal cerita ini, ia disergap tak sendiri, namun bersama pula dengan beberapa “teman seperjuangannya”. Berbulan-bulan ia diasingkan di suatu tempat yang ia pun tak tahu letaknya. Berbagai penyiksaan berkali-kali diterimanya, mulai dari pukulan, tendangan, hingga setruman listrik, bahkan gantung tubuh. Hebatnya adalah penulis bisa menggambarkan suasana menegangkan tersebut sehingga saya sendiri sebagai pembaca ikut bergidik ngeri.

Tak hanya bercerita mengenai kehidupan Laut sebagai mahasiswa bagian dari kelompok pergerakan yang dinamakan ‘Winatra’, namun di sisi lain Laut juga ditokohkan sebagai seorang anak dari sebuah keluarga kecil yang juga diceritakan banyak di dalam buku ini. Masa penyergapan Laut adalah masa buruk bagi keluarganya. Betapa tidak? Ia hilang tanpa kabar, bahkan satu kalimat pamit pun tidak terdengar.

Tak cukup berbulan-bulan, kabar Laut dan teman-temannya tak kunjung datang hingga bertahun-tahun. Pada tahun-tahun ini pula lah adik kandungnya dan beberapa orang dekatnya membentuk komisi pencarian orang-orang hilang, sebagai misi penemuan di mana keberadaan Laut. Hingga pada bagian menuju akhir cerita, komisi pencarian orang hilang tahun 1998 ini mulai menemukan beberapa hal yang mereka anggap bukti dan tanda di manakah mahasiswa-mahasiswi perjuangan itu berada. Bukti-bukti itu semakin menguat tertuju pada sebuah laut di kawasan Kepulauan Seribu. Ditambah lagi perasaan kuat dari adik kandungnya yang bernama Asmara Jati yang seakan melihat tanda-tanda dan pesan yang ditinggalkan oleh kakaknya lewat naluriah alam.

Saya mencoba untuk tak melebih-lebihkan novel ini, tapi jujur, saya begitu terlarut dalam cerita yang dibuat oleh Leila S. Chudori ini. Mulai dari suasana-suasana pergerakan dan pembekuan geraknya. Juga yang tak kalah membuat saya menyukai novel ini adalah penyuasanaan latar rumah dari keluarga kecil Biru Laut : Ayah, Ibu, Asmara Jati (adiknya), dan si tokoh utama. Paling menyentuh adalah ketika Laut hilang, dan kondisi Ayah Ibunya memprihatinkan. Banyak bagian-bagian yang menggambarkan kekosongan hati dari satu keluarga ini, pengemasannya pun sempurna (pendapat saya).

Apakah Laut kembali ke pangkuan keluarganya yang bertahun-tahun mencarinya? Atau setidaknya membawa kabar? Bagaimana kondisi keluarga-keluarga lain yang ditinggal pula oleh anak-anaknya (teman Laut)? Apakah sama parahnya? Temukan aja jawaban beserta keseluruhan cerita yang runtut dan menarik di novel ini! Selamat berburu buku!

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan ditulis komentarnya. semoga manfaat :)

Subscribe

Flickr