Judul : Laut Bercerita
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : PT. Gramedia
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Oktober 2017. Cetakan Kedua, Desember 2017. Cetakan Ketiga, Januari 2018. Cetakan Keempat, Juni 2018. Cetakan Kelima, November 2018. Cetakan Keenam, April 2019. Cetakan Ketujuh, Juli 2019. Cetakan Kedelapan, November 2019. Cetakan Kesembilan, Februari 2020.
Novel ini bercerita mengenai jalan hidup seorang
pemuda bernama Biru Laut, yang masa remaja menuju dewasanya berada di bangku
perkuliahan. Cerita ini mengambil latar waktu tahun 1998 di Indonesia yang
rasanya kita kenal dengan masa represivitas. Dimulai dengan adegan penyergapan
Laut di rumah susun—tempat tinggalnya bersama kedua teman seperjuangannya
menjadikan novel ini menarik untuk dibaca lebih lanjut. Pada bagian awal cerita
ini, ia disergap tak sendiri, namun bersama pula dengan beberapa “teman
seperjuangannya”. Berbulan-bulan ia diasingkan di suatu tempat yang ia pun tak
tahu letaknya. Berbagai penyiksaan berkali-kali diterimanya, mulai dari
pukulan, tendangan, hingga setruman listrik, bahkan gantung tubuh. Hebatnya adalah
penulis bisa menggambarkan suasana menegangkan tersebut sehingga saya sendiri
sebagai pembaca ikut bergidik ngeri.
Tak hanya bercerita mengenai kehidupan Laut sebagai
mahasiswa bagian dari kelompok pergerakan yang dinamakan ‘Winatra’, namun di
sisi lain Laut juga ditokohkan sebagai seorang anak dari sebuah keluarga kecil yang
juga diceritakan banyak di dalam buku ini. Masa penyergapan Laut adalah masa
buruk bagi keluarganya. Betapa tidak? Ia hilang tanpa kabar, bahkan satu
kalimat pamit pun tidak terdengar.
Tak cukup berbulan-bulan, kabar Laut dan
teman-temannya tak kunjung datang hingga bertahun-tahun. Pada tahun-tahun ini
pula lah adik kandungnya dan beberapa orang dekatnya membentuk komisi pencarian
orang-orang hilang, sebagai misi penemuan di mana keberadaan Laut. Hingga pada
bagian menuju akhir cerita, komisi pencarian orang hilang tahun 1998 ini mulai
menemukan beberapa hal yang mereka anggap bukti dan tanda di manakah
mahasiswa-mahasiswi perjuangan itu berada. Bukti-bukti itu semakin menguat
tertuju pada sebuah laut di kawasan Kepulauan Seribu. Ditambah lagi perasaan
kuat dari adik kandungnya yang bernama Asmara Jati yang seakan melihat
tanda-tanda dan pesan yang ditinggalkan oleh kakaknya lewat naluriah alam.
Saya mencoba untuk tak melebih-lebihkan novel ini,
tapi jujur, saya begitu terlarut dalam cerita yang dibuat oleh Leila S. Chudori
ini. Mulai dari suasana-suasana pergerakan dan pembekuan geraknya. Juga yang
tak kalah membuat saya menyukai novel ini adalah penyuasanaan latar rumah dari
keluarga kecil Biru Laut : Ayah, Ibu, Asmara Jati (adiknya), dan si tokoh
utama. Paling menyentuh adalah ketika Laut hilang, dan kondisi Ayah Ibunya
memprihatinkan. Banyak bagian-bagian yang menggambarkan kekosongan hati dari
satu keluarga ini, pengemasannya pun sempurna (pendapat saya).
Apakah Laut kembali ke pangkuan keluarganya yang
bertahun-tahun mencarinya? Atau setidaknya membawa kabar? Bagaimana kondisi
keluarga-keluarga lain yang ditinggal pula oleh anak-anaknya (teman Laut)?
Apakah sama parahnya? Temukan aja jawaban beserta keseluruhan cerita yang
runtut dan menarik di novel ini! Selamat berburu buku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan ditulis komentarnya. semoga manfaat :)